Friday, December 30, 2005

Renungan: Allah

Allah itu Seperti Bapak Saya
Lukas 15:11-24; 1 Pet 2:10

Pendahuluan
Minggu ini (15/6 ‘03) adalah father’s International. Dan tema kita cukup menggelitik, yaitu Allah seperti bapa saya. Wah… ini berarti ada sesuatu yang unik. Statemen ini membawa kita kepada beberapa hal, yaitu:

1. Masalah Relasi
Setiap kita pasti memiliki seorang bapa, terlepas apakah dia menjadi figur yang baik ato tidak, ato kita memahami arti ‘bapa’ (kata ‘ABBA’ = 191X dalam PL, yg bermakna seorang yang dihormati, dalam PB ‘Pater’ = 287X arti sumber hidup, pemelihara, penunjang, pelindung, teladan). Relasi antara bapa-anak adalah permanen dan hidup. Walo pun keluarganya cerai, ayahnya meninggal, relasi itu tidak hilang. Tidak ada sebutan ‘mantan anak’, sedang eks istri/suami ada (Ilustrasi: ada jemaat yg menasehati keluarga yg akan cerai dgn berkata ‘anak’ itu kagak ada eks, pikir baik-baik !).

Relasi adalah kunci penting bagi seorang Bapa yang mau sukses. Relasi bapa-anak dimaknai dengan kata ‘saling’. Dalam dunia yang semakin hedonis dan kacau balau, maka relasi bapa-anak juga ikut kacau. Free sex / kumpul kebo, kawin cerai, jajan dimana-mana, maka anak-anak tidak lagi memahami kata ‘saling’ (mengasihi, melindungi, berbagi) tetapi kata ‘silang’. Silang bisa berarti bertemu di satu titik, akan tetapi tidak lama, sebentar saja. Lalu jalan sendiri-sendiri, semakin menjauh. Prinsip silang adalah selalu ingin ‘aku mesti jalan dulu’, keinginanku yang lebih penting.

Relasi ‘saling’ yang membuat anak merasakan bapanya LUAR BIASA. Si Sulung tidak mengerti mengapa bapa mau menerima dan membuat pesta si Bungsu yang telah ‘kurang ajar’ (minta warisan), menghamburkan uang, tidak tahu diri, dsb (lih. Ay.28-30). Tentu saja ia tidak mengerti karena ia hanya kakak. Bukan bapa ! Relasi itu butuh pengorbanan dan siap untuk disakiti dan dikecewakan, atau siap juga bersukacita.

Aplikasi : dalam relasi keluarga kalo tidak kata ‘saling’, maka yang muncul adalah mendahulukan siAKU daripada dia, rumah hanya menjadi singgahan, kalo butuh baru saya cari.

2. Ia menjadi Representatif Allah
Ketika kita berkata bahwa Allah seperti bapak saya, maka
Ia harus menjadi teladan yang benar.
Ayah yang tidak benar hidupnya akan melukai ‘kesan’ dan harapan dia akan Allah. Abraham bukan hanya bapa orang beriman, tetapi ia seorang teladan bapa, sehingga Ishak meniru hidup dari Abraham, dari hidup ibadah, mencari jodoh juga bagi Yakub.
Ilustrasi: Sewkt ada penginjil yg besuk jemaat, pembantunya berkata bahwa bapa tidak ada, eh…tiba-tiba anaknya keluar dan berkata, mbak bohong, papa ada kok di dalam, MATI loe… !
Pernah juga dalam bincang-bincang antar pemuda, mereka berkata si anak itu cara-nya persis kayak bapanya kalo bicara, berjalan, gayanya, dll.
Aplikasi: Kesan apa yang kita berikan kepada anak-anak kita ?
o Papa itu mahal omong… paling keluar kata ‘ehm…ehm’
o Papa itu kasar, dll.

Banyak orang yang berkata bahwa saya mengasihi dia. Mengasihi tidak berarti memiliki dan boleh berbuat sesukanya. Bukan memaksakan kehendak kita, ambisi kita, kekurangan kita kepada mereka. Tidak sedikit para bapa yang melukai batin anak-anaknya, pelecehan seksual. Ini suatu hal yang tidak mudah. Pada satu sisi Kol 3:20 ‘taat dalam segala hal’ karena Ef 6:1 haruslah demikian.’ Anak menghormati bukan karena mereka pantas dihormati, tetapi karena mereka orang tua anda, titik.
Seorang anak gadis yang diketahui tidak bisa berdoa ‘Bapa kami di surga’, setelah ditanya dan dibimbing baru diketahui bahwa ayahnya selama ini menjadi momok yang menakutkan bagi, karena papanya telah beberapa kali memperkosa dirinya.

Ia layak MENDIDIK dan menghajar anak-anaknya (Ams 13:24). Dengan pergi ke luar si bungsu telah mendapat didikan yang sangat berharga (walo tidak selalu seperti ini) sedangkan kakaknya tidak paham ini (ay.31). Setelah keluar, baru si bungsu sadar bahwa bapa-nya baik adanya.
Tuhan Allah marah ketika Adam dan Hawa tidak taat sehingga mereka diusir keluar, namun yg mengharukan yaitu Allah memberikan ‘pakaian’ agar tidak kedinginan di luar sana.
Paulus – Markus.


HATI SEORANG AYAH
Suatu ketika, ada seorang anak wanita yang bertanya kepada Ayahnya, tatkala tanpa sengaja dia melihat Ayahnya sedang mengusap wajahnya yang mulai berkerut-merut dengan badannya yang terbungkuk-bungkuk, disertai suara batuk-batuknya.Anak wanita itu bertanya pada ayahnya : “Ayah, mengapa wajah Ayah kian berkerut-merut dengan badan Ayah yang kian hari kian terbungkuk ?” Demikian pertanyaannya, ketika Ayahnya sedang santai di beranda. Ayahnya menjawab : “Sebab aku Laki-laki.” Itulah jawaban Ayahnya. Anak wanita itu bergumam : “Aku tidak mengerti.” Dengan kerut-kening karena jawaban Ayahnya membuatnya tercenung rasa penasaran.Ayahnya hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anak wanita itu, terus menepuk-nepuk bahunya, kemudian Ayahnya mengatakan : “Anakku, kamu memang belum mengerti tentang Laki-laki.” Demikian bisik Ayahnya, yang membuat anak wanita itu tambah kebingungan. Karena penasaran, kemudian anak wanita itu menghampiri Ibunya lalu bertanya kepada Ibunya : “Ibu, mengapa wajah Ayah jadi berkerut-merut dan badannya kian hari kian terbungkuk ? Dan sepertinya Ayah menjadi demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit ?”Ibunya menjawab : “Anakku, jika seorang Laki-laki yg benar-benar bertanggung-jawab terhadap keluarga itu memang akan demikian.” Hanya itu jawaban sang Ibu. Anak wanita itupun kemudian tumbuh menjadi dewasa, tetapi dia tetap saja penasaran, mengapa wajah Ayahnya yang tadinya tampan menjadi berkerut-merut dan badannya menjadi terbungkuk-bungkuk ? Hingga pada suatu malam, anak wanita itu bermimpi. Di dalam impian itu seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali. Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian kalimat sebagai jawaban rasa kepenasarannya selama ini.“Saat Ku-ciptakan Laki-laki, aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia senantiasa akan berusaha untuk menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa aman, teduh dan terlindungi.”
“Ku-ciptakan bahunya yang kekar dan berotot untuk membanting-tulang menghidupi seluruh keluarganya dan kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya.”“Ku-berikan kemauan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari tetes keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapat cercaan dari anak-anaknya.”“Ku-berikan keperkasaan dan mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya berbasah kuyup kedinginan karena tersiram hujan dan dihembus angin, dia relakan tenaga perkasanya terkuras demi keluarganya, dan yang selalu dia ingat, adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih-payahnya.”“Kuberikan kesabaran, ketekunan serta keuletan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat dan membimbing keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerapkali menyerangnya.”“Ku-berikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai dan mengasihi keluarganya, didalam kondisi dan situasi apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya, melukai hatinya. Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap. Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi dan saling mengasihi sesama saudara.”“Ku-berikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengertian dan kesadaran terhadap anak-anaknya tentang saat kini dan saat mendatang, walaupun seringkali ditentang bahkan dilecehkan oleh anak-anaknya.” “Ku-berikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan dan menyadarkan, bahwa Isteri yang baik adalah Isteri yang setia terhadap Suaminya, Isteri yang baik adalah Isteri yang senantiasa menemani, dan bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka maupun duka, walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada Isteri, agar tetap berdiri, bertahan, sejajar dan saling melengkapi serta saling menyayangi.”“Ku-berikan kerutan diwajahnya agar jadi bukti, bahwa Laki-laki itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari dan menemukan cara agar keluarganya bisa hidup didalam keluarga bahagia dan badannya yg terbungkuk agar dpt membuktikan, bhw sbg Laki-laki yg bertanggung jawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya, keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya.”“Ku-berikan kepada Laki-laki tanggung-jawab penuh sebagai pemimpin keluarga, sebagai tiang penyangga, agar dpt dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Dan hanya inilah kelebihan yg dimiliki oleh Laki-laki, walaupun sebenarnya tanggung-jawab ini adalah amanah di dunia dan akhirat.”Terbangun anak wanita itu, segera dia berlari, berlutut & berdoa hingga menjelang subuh. Setelah dia hampiri bilik Ayahnya yg sedang berdoa, ketika Ayahnya berdiri anak wanita itu merengkuh dan mencium telapak tangan Ayahnya. “Aku mendengar dan merasakan bebanmu, Ayah.”


bandung, 15 juni 03

No comments: