Matius 26:20-25, 31-36; 40-46
Keempat Injil mengisahkan perjalanan Yesus dan para murid-Nya menghadapi saat-saat kematian
Yesus. Nats bacaan kita hari ini merupakan bagian dari rentetan keseluruhan
perjalanan Yesus sampai ke bukit Golgota. Pada malam terakhir sebelum Tuhan
Yesus ditangkap, diadili, disangkali dan dikhianati oleh murid-muridnya sendiri
dan sampai disalibkan. Yesus mengundang murid-murid-Nya untuk berada
disekelilingnya dan merayakan Paskah bersama dengan makan bersama. Persekutuan di meja makan atau makan bersama
mempunyai arti yang sangat penting dalam tradisi Yahudi. Lihat kasus Elia:
1 Raja 19:7-8. Makan bersama bukan saja mengakrabkan orang-orang yang duduk
bersama dalam satu meja melainkan lebih dari itu, dalam tradisi yahudi makan
bersama dipakai juga sebagai tanda perdamaian keduabelah pihak yang pernah
bertikai, sebagai tanda bahwa kedua belah pihak yang pernah bertikai sepakat
untuk berdamai. Bukankah di tradisi orang Chinese, sebelum menegur atau
menasehati, maka makan dipakai ajang yang baik, bukankah acapkali negosiasi
bisnis juga tercapai dengan baik ketika kedua belah pihak makan bersama?
Tradisi makan
bersama ini dipakai Tuhan Yesus juga untuk menguatkan hubungan antar murid dan
mereka dengan diri-Nya, sebelum ‘badai’
besar itu datang pada-Nya dan para murid. Persiapan para murid untuk
menghadapi penolakan, penganiaan bahkan resiko nyawa mereka sendiri dan
tentunya resiko iman mereka (lihat kasus: Petrus yang menyangkal danTomas yang masih meragukan kebangkitan Yesus).
Dalam perjamuan
itu, Yesus lalu mulai menasehati para
murid2-Nya:
1.
Yudas (ayat 21 - sebisa
mungkin, walau terasa mustahil karena dari kacamata rohani, Iblis sudah
menguasai motivasi dan hati Yudas).
Bagaimana reaksi dari Yudas? Dalam ayat 25, ia tetap merasa tidak melakukannya [Padahal
Yudas sudah sepakat dengan para penangkap [ayat 10-11]. Bukan hanya Para murid
menolak tuduhan Yesus, Yudas malah mereka memberikan penegasan. Mereka semua
melakukan bersih-bersih diri alias pembenaran diri dengan berkata :"bukan aku, ya Tuhan".
2.
Petrus (ayat 31). Pembenaran
diri ini berlanjut dengan penegasan oleh Petrus, dengan memukul dadanya sambil
berkata: "semuanya bisa tergoncang
imannya namun aku tidak". Namun tidak dalam hitungan hari, Petrus yang
paling awal tergoncang imannya. Ia jatuh hanya oleh sebuah pertanyaan sederhana
dari seorang hamba perempuan yang sederhana, bukan oleh todongan pedang, yang akan
mengancam jiwanya secara langsung. Ia cuma menegur Petrus, mengatakan hal yang
sebenarnya yang ia ketahui; seorang pelayan perempuan dengan tangan kosong
hanya menegur Petrus sang pemberani yang pernah memotong telinga pengawal imam
besar. Sebenarnya secara logika tidak ada alasan yang kuat bagi Petrus untuk
menghianati Yesus. Namun Petrus telah melakukannya dan penghianatan ini telah
mengungkap potret manusia pada umumnya dan gereja secara khusus.
3.
Tomas (Yohanes
20:27). Yesus ingin Tomas percaya, namun Tomas berkata bahwa jikalau ia tidak
mencucukkan tangannya ke lobang bekas paku itu, ia tidak akan pernah percaya –
ayat 25).
4.
Dan murid-murid lainnya, yang meninggalkan Tuhan Yesus dan mengunci diri
(Yohanes 20:19). Itu pun termasuk mengkhianati walau tidak separah Yudas.
Tetapi kualitas pengkhianatan itu tetap sama!
Mengapa itu
bisa terjadi? Karena (1) mereka
menyangkali! Mereka merasa tidak mungkin melakukan
pengkhianatan itu, sesuatu yang serasa jauh dari akal sehat mereka. (2) Mereka merasa Kuat! Padahal Yesus sudah
berulang-ulang mengajak mereka berjaga-jaga dengan berdoa bersama Dia (Matius
26:40-44). (3) Harapan mereka untuk
mendapatkan apa yang mereka inginkan tidak tercapai, baik Yudas (yang
menginginkan Yesus melawan dan bereaksi
bak panglima perang umumnya), para murid yang sibuk mencari kekuasaan
atau berdebat siapa diantara mereka yang besar. Bagaimana dengan kita saat ini?
Pengkhianatan kepada Yesus masih bisa terjadi kapan pun, walau pun bentuknya
berbeda, namunnya intinya sama!
Diskusikan:
1.
Pengkhianatan apa yang terjadi saat ini
di dalam hidup pelayanan gereja atau dalam hidup kita? Mengapa bisa demikian?
2.
Bagaimana mencegah agar itu tidak
terulang terus dalam sejarah kekristenan?
No comments:
Post a Comment