Let God Be God
Malaekhi 1
Pendahuluan
Dalam Alkitab kita mengetahui ada beberapa ‘kata-kata akhir’ yang tertulis dari Yakub (Kej 49); Musa (Ul ); Yosua (23,24); Daud (2 Sam 23), Paul (2 Tim 4) dan Yesus (Yoh 1316). Biasanya perkataan akhir mereka lebih bersifat individual sedang perkataan kitab terakhir dari Malaekhi agak berbeda. Nubuatannya bukan ‘kata akhir’ pribadinya untuk satu generasi tetapi berisi kata-kata akhir bagi seluruh generasi. Malaekhi menjadi wahyu Tuhan untuk menyelesaikan tugas dan menggenapinya.
Siapakah Maleakhi itu? MALAKHI (Ibr) berarti my angel / my messenger (= malaikatku / utusanku). Itulah yang menyebabkan ada penafsir yang menganggap bahwa 'Maleakhi' sebetulnya bukanlah sebuah nama. Penulis kitab ini hanya memperkenalkan diri sebagai 'utusan Allah', dan menyembunyikan identitasnya. Calvin menganggap bahwa Maleakhi adalah julukan dari Ezra. Siapa sebenarnya Maleakhi itu tidak diketahui dengan jelas. Mungkin juga Malaekhi adalah nama pribadinya sendiri.
Nabi Malaekhi hidup dan bernubuat pada masa politik yang tak menentu dan kehidupan yang selalu berubah & bergolak. Sesungguhnya bagaimana keadaan yang terjadi pada masa Maleakhi menyampaikan firman-Nya:
1. Bangsa Israel telah tinggal di Yerusalem setelah pulang dari pembuangan dan Bait Allah telah di bangun atas perintah Raja Koresy tetapi Bait Allah tidak semegah yang diharapkan. Bertahun-tahun kemudian, orang-orang Yahudi menjadi kecewa karena kemakmuran dan kejayaan tak kunjung tiba. Belum lagi para musuh yang masih selalu mengancam mereka hidup mereka di tanah Kanaan.
2. Ketidakmegahan Bait Allah bagi orang Israel menandakan dan mengindikasikan ketiada-hadiran Allah dan tiadanya kemuliaan Allah yang memenuhi Bait Allah (bnd. Yehz 43:4). Mereka merasa walau sudah terlepas dari penjajahan bangsa lain, namun kehidupan mereka sekarang ini dan di tanah Kanaan tidak berbeda jauh. Mereka menganggap Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub tak peduli dengan apa yang terjadi hidup mereka.
3. Bangsa Isreal juga harus mengalami kehidupan perekonomian yang sangat sulit. Ini disebabkan musim kemarau yang panjang sehingga lahan mengalami kegagalan dalam panen (3:11). Orang Yahudi mulai menyangsikan rencana Allah atas pembuangan mereka dan faedah pemulangan ini. Seolah-olah kasih Allah tiada manfaat bagi mereka (1:2).
4. Mereka telah melihat banyak hal rohani namun dengan sikap sinis dan tanpa antusias (3:6-7). Kerohanian pada saat itu betul-betul brengsek, baik imam-imamnya maupun rakyatnya. Dosa-dosa mereka antara lain:
Ø mempersembahkan binatang cacat (1:6-14).
Ø pengajaran yang brengsek dari para imam (2:1-9).
Ø kawin campur dan perceraian (2:10-16).
Ø tidak mengembalikan persembahan persepuluhan (3:6-12).
Ø Dan dosa-dosa lain (3:5,13-14).
Dalam kondisi seperti itu, Kitab ini disampaikan untuk mengingatkan akan kasih Allah yang tak berkesudahan, kuasa pemeliharaan-Nya perjanjian yang datang pada suatu generasi (1:2-5); teguran akan dosa-dosa umat Tuhan dan imam atas ibadah yang buruk (1:6-2:1).
Namun yang paling penting yang dapat saya tangkap, yaitu bagaimana kita harus menaruh dan meletakkan Allah pada porsi yang seharusnya diterima. Biarkanlah Allah menjadi Allah bagi umat-Nya. Lalu caranya bagaimana ?
1. Kasihilah Tuhan !
- Hal yang paling sederhana adalah tidak menyangsikan kasih Allah itu sendiri. Selama ini mereka meragukan kasih Allah (1:2). Karena apa?
Realita keadaan yang tidak kondusif dan nyaman setelah kembali dari pembuangan, perekonomian yang jauh lebih buruk dari pada sebelum mereka pergi ke dalam pembuangan, juga keadaan Bait Allah pada saat itu. Mula-mula Bait Allah tidak ada karena sudah dihancurkan. Setelah mereka membangunnya kembali, keadaan Bait Allah itu kalah jauh dibandingkan Bait Allah yang dahulu, yang dibangun oleh Raja Salomo. Bdk. Ezra 3:12.
- Sekalipun mereka sudah kembali dari pembuangan, tetapi mereka belum merdeka. Mereka masih ada di bawah kekuasaan Persia.
- Mesias yang dijanjikan tidak kunjung datang.
Jadi, Israel meragukan kasih Allah, karena situasi dan kondisi di sekitar mereka kelihatannya tidak cocok dengan Firman Tuhan yang mengatakan bahwa Allah mengasihi mereka.
Adakah kita membiarkan diri kita untuk dikasihi oleh Tuhan dan yakin juga bahwa apa pun keadaan kita, Tuhan terus mengasihi kita.
2. Berikanlah apa yang seharusnya Ia terima (1:6-8)
Bagaimana dengan apa yang kita persembahkan ? Apakah merupakan dari hasil yang kita dapatkan dengan jerih payah dan jujur?
Apakah persembahan itu benar-benar dengan murni dan syukur kita berikan kepada-Nya ? Apakah itu memang ‘porsi’ yang selayaknya dan seharusnya kita berikan kepada-Nya ? Orang Yahudi ‘salah’ dalam memberikan krn : - tidak sesuai dgn hukum Taurat
- manusia (bupati) aja tahu bhw itu salah !
Sering kita beranggapan bahwa Allah tidak memerlukan semua itu, Tuhan mengasihiku dan mementingkan isi hati bukan ‘kuantitas’. Kita lupa Dia adalah Tuhan yang Mahabesar, ia adalah Allah.
Apakah kita melayani Tuhan dengan sukacita bukan sebagai beban berat yg harus dipikul ?
3. Beribadahlah dengan kejujuran pada diri sendiri dan Allah.
Adakah kita sebelum beribadah telah mempersiapkan diri dan mendoakan diri sendiri, para pelayan, ibadah hari ini boleh menjadi berkat bagi kita?
Ilustrasi:
Suatu ketika, hiduplah seorg petani bersama keluarganya. Mereka menetap di sbh kerajaan yg besar, dengan raja yg adil dan bijaksana. Beruntunglah siapa saja yg tinggal disana. Tanahnya subur, keadaannya pun aman dan sentosa. Semuanya hidup berdampingan, tanpa pernah mengenal perang ataupun bencana. Setiap pagi, sang petani selalu pergi ke sawah. Tak lupa ia membawa bajak dan kerbau peliharaannya. Walaupun sudah tua, namun bajak dan kerbau itu selalu setia menemaninya bekerja. Sisi-sisi kayu dan garu bajak itu tampak mengelupas, begitupun kerbau yang sering tampak letih jika bekerja terlalu lama. "Inilah hartaku yang paling berharga", demikian gumam petani itu dalam hati, sembari melayangkan pandangannya ke arah bajak dan kerbaunya.
Tak seperti biasa, tiba-tiba ada serombongan pasukan yang datang menghampiri petani itu. Tampak pemimpin pasukan yang maju, lalu berkata, "Berikan bajak & kerbaumu kpd kami. "Ini perintah Raja!". Suara itu terdengar begitu keras, mengagetkan petani itu yg tampak masih kebingungan. Petani itu lalu menjawab, "Utk apa, sang Raja menginginkan bajak dan kerbauku? "Ini adalah hartaku yg paling berharga, bagaimana aku bisa bekerja tanpa itu semua. Petani itu tampak mengiba, memohon agar diberikan kesempatan utk tetap bekerja. "Tolong, kasihani anak & istriku...berilah kesempatan sampai besok. Aku akan membicarakan dengan keluargaku...". Namun, pemimpin pasukan berkt lagi, "Kami hanya menjlnkan perintah dr Baginda. Terserah, apakah kau mau menjalankannya atau tidak. Namun, ingatlah, kekuasaannya sangat kuat. "Petani semacam kau tak akan mampu melawan perintahnya." Akhirnya, pasukan itu berbalik arah, & kembali ke arah istana.
Di malam hari, petani pun menceritakan kejadian itu dgn keluarganya. Mereka tampak bingung dengan keadaan ini. Hati bertanya- tanya, "Apakah baginda sudah mulai kehilangan kebijaksanaannya? Kenapa baginda tampak tak melindungi rakyatnya dengan mengambil bajak dan kerbau kita?" Gundah, dan resah melingkupi keluarga itu. Namun, akhirnya, mereka hanya bisa pasrah dan memilih untuk menyerahkan kedua benda itu kepada raja.Keesokan pagi, sang petani tampak pasrah. Bersama dengan bajak dankerbaunya, ia melangkah menuju arah istana. Petani itu ingin memberikan langsung hartanya yang paling berharga itu kepada Raja. Tibalah ia di halaman istana, dan langsung di terima Raja. "Baginda, hamba hanya bisa pasrah. Walaupun hamba merasa sayang dengan harta itu, namun hamba ingin membaktikan diri kepada Baginda. Duli Paduka, terimalah pemberian ini..." Baginda Raja tersenyum. Sambil menepuk kedua tangannya, ia tampak memanggil pengawal. "Pengawal, buka selubung itu!!" Tiba-tiba, terkuaklah selubung di dekat taman. Ternyata, disana ada sebuah bajak yang baru dan kerbau yang gemuk. Kayu-kayu bajak itu tampak kokoh, dengan urat-urat kayu yang mengkilap. Begitupun kerbau, hewan itu begitu gemuk, dengan kedua kaki yang tegap. Sang Petani tampak kebingungan. Baginda mulai berbicara, "Sesungguhnya, aku telah mengenal dirimu sejak lama. Dan aku tahu kau adalah petani yang rajin dan baik. Namun, aku ingin mengujimu dengan hal ini. Ternyata, kau memang benar-benar hamba yang baik. Engkau rela memberikan hartamu yang paling berharga untukku. Maka, terimalah hadiah dariku. Engkau layak menerimanya..."Petani itu pun bersyukur dan ia pun kembali pulang dengan hadiah yangsangat besar, buah kebaikan dan baktinya pada sang Raja.
bandung, juli '02
No comments:
Post a Comment