Tuesday, October 30, 2007

Leaders On Leadership

Berhubung saat-saat ini aku lagi menulis tesis tentang Pengaruh Gaya Kepemimpinan Gembala terhadap Kinerja Majelis Gereja Kristen Kalam Kudus, maka aku kutip pendapat dari Bernard M. Bass tentang arti kepemimpinan sebagai berikut:

(1) Kepemimpinan adalah sebagai fokus dari proses kehidupan kelompok.
Beberapa ahli yang muncul pada awal abad XX memiliki kecenderungan untuk melihat pemimpin sebagai satu fokus dari perubahan, aktivitas dan proses dari kehidupan suatu kelompok. Kecenderungan yang ditimbulkan oleh pendapat ini ialah bahwa perhatian telah diarahkan kepada kepentingan struktur dan proses kelompok dalam kepemimpinan. Definisi kepemimpinan, khususnya pada sisi ini ialah bahwa pemimpin telah diartikan sebagai "orang yang tempatnya di atas atau di depan kelompoknya." Kecenderungan lain yang menopang definisi ini ialah adanya lokasi sentral untuk mengontrol struktur dan sistem kehidupan kelompok, komunikasi, dsb., dan hal mana dengan sendirinya menempatkan seseorang dalam posisi kepemimpinan.

(2) Kepemimpinan adalah sebagai personalitas dan efek-efeknya.
Konsepsi ini muncul dari pandangan bahwa beberapa orang ternyata lebih baik dan lebih mampu dari yang lain dalam peranan kepemimpinan. Kekuatan personalitas dianggap dapat mengangkat seseorang pada definisi kepemimpinan. Definisi contoh untuk ini adalah sbb.: “a leader is a person who possesses the greatest number of desirable traits of personality and character" (Bass 1981:8, for Bingham-1927). Kecenderungan bagi para teoritikus Kepemimpinan Personalitas ialah mereka menekankan bahwa leadership as a one-way influence. Hal yang terlupakan di sini ialah adanya ;hubungan timbal balik dan interactive characteristic dari situasi kepemimpinan yang melibatkan para bawahan serta Kondisi/situasi yang dalam mekanisme sosial yang saling mempengaruhi dan secara sosial mendorong seseorarg pribadi ke arah potensi menjadi pemimpin. Perlu disadari,I pula bahwa faktor personalitas pribadi turut berperan dalam kepemimpinan, tetapi yang perlu diawasi ialah tekanan ekstrim yang nantinya mencipta "pemimpin-pahlawan" yang cenderung menjadi otokratis berat.

(3) Kepemimpinan adalah sebagai seni penyebab terwujudnya pemenuhan pencapaian.
Salah satu definisi diwakili oleh Munson (1921) mendefinisikan kepemimpinan sebagai "the ability handle men so as to achieve the most with the least friction and the greatest coorporation...(Bass 1981:9). Kecenderungan yang paling kuat dari definisi ini ialah adanya tekanan pada individualitas pemimpin dengan pengaruh terarah yang ada padanya, yang olehnya pemimpin mempengaruhi kelompok untuk menerima kehendaknya sebagai kehendak mereka. Salah satu bahaya yang jelas dari konsep ini ialah adanya kecenderungan ke arah mendukung kepemimpinan otoriter berat yang tidak menghargai hak, keinginan dan kebutuhan anggota kelompok. Di samping itu, ada fakta yang tidak boleh diingkari yaitu adanya kenyataan otoritarian, direktif dan kursif dalam kepemimpinan yang dapat diterapkan secara ekstrim. Disini pemimpin dapat dianggap segala-galanya bagi dan dalam kepemimpinan. Karena itu, bahagian ini hanya menekankan tentang fakta bahwa kepemimpinan itu penting, dimana kepemimpinan menentukan penyebab dan dinamika yang menggerakkan usaha untuk memenuhi sesuatu yang ingin dicapai.

(4) Kepemimpinan adalah sebagai pelaksanaan pengaruh.
Definisi ini cenderung mengarah kepada generalitas dan abstraksi dalam menjelaskan tentang kepemimpinan. Sebagai contoh, Stogdill (1950) menjelaskan kepemimpinan sebagai "the process (act) of influencing the activities of an organized group in its efforts (Bass 1981:9). Kepemimpinan di sini dilihat sebagai "proses pengaruh", yang secara khusus menekankan tentang kepemimpinan yang melaksanakan "efek yang telah ditetapkan sebelumnya yang diarahkan dalam menggerakkan sikap dan kegiatan anggota-anggota kelompok." Bass dalam tulisan lain (1990) membedakan successful leadership" dan effective leadership, dengan konsepnya tentang attempted leadership. Konsep ini didasarkan atas usaha mengubah perilaku, dimana bila perilaku anggota-anggota kelompok sungguh berubah, maka ini dapat merupakan bukti dari kepemimpinan yang berhasil. Sedangkan apabila ada reinforced or rewarded yang mengubah perilaku anggota-anggota kelompok/bawahan yang menggerakkan usaha pencapaian sasaran, ini menandakan adanya kepemimpinan yang efektif. Yang perlu diperhatikan dan definisi ini ialah adanya kecenderungan bahwa peranan dan tanggung jawab para bawahan yang disepelekan, dimana kepemimpinan dapat dianggap sebagai "manipulasi psikologis" yang bersifat satu arah saja.

(5) Kepemimpinan adalah sebagai suatu kegiatan atau perilaku terarah.
Pada bagian ini kepemimpinan dilihat sebagai suatu kegiatan atau perilaku yang menggerakkan dalam proses kepemimpinan. Sebagai contoh, Shartie (1956) mendefinisikan a leadership act sebagai "sesuatu yang menyebabkan adanya kegiatan atau respons kepada arah yang sudah dijabarkan bersama" (Bass 1981:10). Selanjutnya ditekankan bahwa kepemimpinan diarahkan untuk menjelaskan tentang "pemimpin yang terlibat dalam kegiatan pengarahan dan koordinasi kerja dari anggota kelompok. Hal ini melibatkan penstrukturan hubungan kerja, memuji dan mengritik anggota kelompok menunjukkan pertimbangan atas kesejahteraan dan perasaan mereka (Bass 1981:10). Tegasnya, kegiatan atau perilaku pemimpin (leadership act) adalah dasar mewujudkan kepemimpinan. Respon anggota-anggota kelompok terhadap perilaku pemimpin menandakan adanya kepemimpinan yang efektif. Yang perlu diwaspadai ialah bahwa kepemimpinan dilihat sebagai mekanisme sosial yang memperlakukan manusia sebagai mesin.

(6) Kepemimpinan adalah sebagai suatu bentuk persuasi.
Konsep ini diketengahkan dalam usaha menjagal faktor kursif dalam kepemimpinan, yang menempatkan pemimpin sebagai sentra penentu dalam hubungan dengan para pengikut. Di sini, bentuk persuasi dalam performansi manajemen memperoleh tempat utama. Schenk (1928) mengatakan bahwa "leadership is the management of men by persuasion and inspiration rather than by the director or implied threat of coersion. It involves immediate concrete problems by applying knowledge of, and symphaty with human factors" (Bass 1981:10-11). Sikap persuasi dianggap sebagai sifat yang kuat yang membentuk ekspektasi dan keyakinan -- dalam kepemimpinan, khususnya dalam bidang sosial, politik dan agama. Sikap persuasi dianggap bernilai positif, dibanding dengan sikap kursif (coersive) dalam kepemimpinan. Perlu pula disadari bahwa disini faktor persuasi sangat ditekankan sehingga mengabaikan faktor kursif, padahal, faktor kursif ini adalah penting dalam kepemimpinan. Dengan sikap/faktor kursif ini, pemimpin dapat bertindak tegas terhadap para bawahan yang tidak berdisiplin.

(7) Kepemimpinan adalah sebagai hubungan kuasa.
Tekanan yang diberikan di sini ialah "hubungan kuasa differensial" di antara anggota kelompok, dimana "kuasa interpersonal dengan kekuatan maksimum dari seseorang (pemimpin) kepada seseorang lain (bawahan) dengan kekuatan kurang dari maksimum akan menjadi penyebab penggerak ke arah yang bertentangan." Konsep ini sangat berhubungan dengan lima kuasa dasar, yaitu: referent power (liking), expert power, reward power, coersive power, dan legitimate power (Bass 1981:11). Untuk ini, Yonda (1960) memberikan definisi kepemimpinan, bahwa leadership as particular type of power relationship characterized by a group member's perception that another group member has the right to prescribe behavior patterns for the former regarding his activity as a member of a particular group (Bass 1981:11). Kuasa di sini dilihat sebagai influence relationship yang adalah dinamika kepemimpinan. Kuasa kepemimpinan menjadi suatu kekuatan positif bila ada pengendalian dalam hubungan pemimpin-bawahan. pendekatan ini, apabila diterapkan dengan wajar, akan membawa kepada pengembangan sikap saling percaya, kuterbukaan dan partisipasi aktif (trust building, openness dan participatory). Hal yang harus disadari ialah adanya pemahaman serta penerapan "Kuasa Kepemimpinan" yang salah dan ekstrim sehingga muncul sikap otokrat mutlak (diktator) dalam kepemimpinan. Faktor otokrat tentunya penting dalam kepemimpinan, walau demikian, akan menjadi salah (apabila salah digunakan) dimana kuasa dijalankan dengan sikap otokrat/ekstrim, sehingga menciptakan gaya kepemimpinan diktatoristik.

(8) Kepemimpinan adalah sebagai alat pencapaian tujuan.
Kepemimpinan dalam pengertian ini dilihat dari segi nilai instrumentalnya untuk mencapai tujuan / sasaran (objectives) dari kelompok, dimana kepemimpinan dilihat sebagai alat pemuas kebutuhan. Cowley (1928) berkata a leader is a person who has a program and is moving toward an objective with his group in a definite manner (Bass, 1981:12). R.C. Davis (1942) mengatakan leadership as the principal dynamic force that stimulates, motivates, and coordinates the organization in the accomplishment of its objectives. Kepemimpinan dalam kaitan ini dilihat dari sisi lain oleh K. Davis (1953) yang mengatakan bahwa kepemimpinan adalah the human factor which binds a groups together and motivatess it toward goals (Bass 1981:12). Kepemimpinan di sini untuk mencapai tujuan/sasaran (objective) darn organisasi. Dengan adanyaa kepemimpinan, maka ada kekuatan yang menggerakan (faktor manusia) ke arah tujuan/sasaran yang telah direncanakan. Kekeliruan serius yang akan terjadi ialah apabila kepemimpinan dilihat hanya sebagai slat, dimana kepemimpinan akan digunakan untuk menguntungkan pemimpin secara sepihak. Dan lagi kepemimpinan dapat menjadi slat penindasan, pada hal kepemimpinan seharusnya adalah untuk membangun, dan membawa kebaikan bagi semua pihak.

(9) Kepemimpinan adalah sebagai efek yang berkembang karena interaksi.
Kepemimpinan di sini dijelaskan sebagai efek yang timbul dari interaksi antara pemimpin dan bawahan dalam lingkungan kerja (organisasi). Bogardus (1929) mengatakan, leadership as a social process, leadership is that social interstimulation which causes a number of people to set out toward an old goal with new zest -- or a new goal with hopeful) courage -- with different persons keep different places (Bass 1981:12). Tekanan yang perlu disimak ialah fakta bahwa kepemimpinan berkembang dari proses interaksi sosial antara pemimpin (aksi) dan anggota kelompok/bawahan (reaksi); dengan adanya pengakuan dan dukungan dari anggota kelompok terhadap pemimpin, sebagai bagian dari interstimulasi sosial dalam proses kepemimpinan. Dengan definisi seperti ini, kepemimpinan menempati posisi penting dalam mekanisme sosial, tetapi, hal yang perlu disadari ialah bahwa apabila tidak terjadi proses interstimulasi, maka dapt disimpulkan bahwa tidak ada kepemimpinan.

(10) Kepemimpinan adalah suatu peranan yang berbeda.
Kepemimpinan dilihat sebagai penyelenggaraan peranan (role) yang berbeda-beda antara pemimpin dan bawahan dalam keseluruhan struktur organisasi di man Aepuxnimpinan dilaksanakan. H. Jennings (1956) mengatakan leadership thus appear as a manner of interaction involving behavior by and toward the individual 'lifted' to a leader role by other individuals. (1981:13). Pemahaman kepemimpinan di sini meliputi kesadaran akan kenyataan bahwa kepemimpinan adalah pencapaian goal dan kepemimpinan pun adalah suatu produk interaksi dan peranan yang berbeda-beda antara pemimpin-bawahan. Konsep ini menopang pengembangan suatu teori kepemimpinan yang koherent dalam upaya pelaksanaan kepemimpinan. Pendekatan ini diakui bahwa baik pemimpin maupun bawahan sama-sama memiliki peranan yang berbeda-beda, dan keduanya memiliki tempat yang khusus dalam proses kepemimpinan.

(11) Kepemimpinan adalah sebagai inisiasi struktur
Tekanan yang menjelaskan tentang kepemimpinan disini diberikan pada originating and maintaining role structure. Anggota kelompok dibedakan satu dari yang lain dengan melihat tempat dimana setiap orang berada dalam struktur organisasi serta bagaimana tugas mereka diorganisir. Organisasi membentuk struktur dalam suatu hirarki. Dalam struktur ini, stimulasi pemimpin akan memberi struktur kepada perilaku anggota yang berada dalam matriks organisasi tersebut. Berkenaan dengan kepemimpinan yang dilihat dari perspektif ini, Hemphill (1954) mengatakan, to lead is to engage in an act that initiates a structure in the interaction as part of the process of solving mutual problem (Bass 1981:14).

dikutip dari Bernard M. Bass "Stogdill's Handbook of Leadership" [1981, hal.7-14]